Setelah senja
Selepas senja |
Aku adalah seorang pengkhayal yang suka menghafal kan kisah-kisah untuk ku jadikan sebuah tulisan. Buat aku perjalanan hidup dari lahir menapak tanah dunia, sampai tenggelam dan ditanam di taman makam tanah dunia. Adalah Sumber dari tiap kata yang aku rangkaian dalam tulisan. Dan setiap individu merdeka memiliki sejuta kisah, seperti saat senja kala itu. Seorang menutur padaku, tentang sebuah perjalanan kanan ke kiri, dan berikut kisahnya.
Senja itu, jejalanan kampung terasa temaram. Menandakan matahari sebentar lagi diganti rembulan.Dan malam menjemput kisah kelam di kampung ini.
Aku baru pulang dari ladang, jejak jejak tanah masih melekat di kaki. Sembari melangkah pulang, aku singgah di pancuran dekat mata air.
Aku tengadahkan tanganku di bawah air yang mengucur, dan aku tak berasa jika air itu berubah menjadi merah pekat. Dan tak tau tiba tiba mata ku gelap. Sekeliling tak terlihat oleh indera penglihatan ku, dan membuatku semakin tak nyaman karena selain penglihatan juga pendengaran ku sayup-sayup menghilang.
Sampai akhirnya, aku tersadar dari baring ku, di bawah akar pohon beringin, lalu aku membatin, 'dari kapan aku berada disini'. Pohon ini begitu rimbun dan sangat lebat, akarnya menjuntai dari rantingnya. Menandakan berusia puluhan tahun, namun aku tak mengenali juga pohon dan tempat itu.Tak sampai segitu, ada sesosok kakek, terkekeh pas diatas kepalaku. Aku mengenal kakek ini, tapi siapa dan dimana aku berkenalan, seolah tersekat dalam memori ku.Sambil masih terkekeh, beliau mendekatiku. 'BANGUN, ANAK SETAN' sontak aku terbangun, ternyata aku mimpi. Dan hari ternyata sudah pagi.
Aku bangun, melihat arloji ku menunjukkan pukul setengah 10, aku terkejut dan buru buru aku buka jendela, aku melihat gedung tinggi menjulang di depan ku. Belum juga sirna rasa tercengangku, 'aku ada dimana?'
Pelan pelan aku keluar rumah, yang ternyata itu bukan gubuk reot buah karya bapak ku. Di luar rumah, tak kujumpai seorang pun. Tak ada kicauan burung atau meludah, yang ada kesunyian yang menggigit.
Aku mencoba melangkah dan terus melangkah, namun hanya gedung gedung sombong, tak berpenghuni dan kesunyian yang menemani.
Sampai di satu gang, ada lalat yang tiba tiba terbang ke arahku. Namun lalat itu semakin dekat semakin membesar. Sampai sebesar manusia. Dan mencoba hinggap ke tubuhku. Aku jatuh dan tersungkur tepat di bawah sebuah gedung tua.
Tiba tiba tubuhku terasa dingin dan kaku tak bisa bergerak. Entah aku pingsan atau setengah mati, karena sewaktu bangun, ada ruangan putih pucat yang mengurungku. Aku tak bisa bergerak dan berteriak pun tak mampu. Aku berusaha dan terus berusaha semampuku.
Tiba tiba pintu entah dari mana asalnya, terbuka. Ada 4 orang yg aku kenal, aji, prapto, tur, dan satu lagi adik kelasku jono. Mereka membopong tubuhku, aku berusaha teriak tp tak keluar suaraku. Dan mereka terus mengangkat ku, dibawa keluar ruangan itu.
Diluar ruangan ada banyak orang dan mereka tetangga2ku, namun wajah mereka pucat pasi, dan tak berbicara maupun bersuara. Semua membisu. Aku dibawa ke depan mimbar dan ditaruh tubuhku di atas perapian.
Aku masih tidak bisa menemukan, 'ada apa dgn semua ini?' Sampai ketika tubuhku semakin hangat dan terus hangat, aku melihat kobaran api menjilat jilat. Aku tak mampu membawa apapun.
Dan sekonyong konyong, bahuku ditabok bapak. 'Kalau sore menjelang magrib jangan tidur le, ora ilok'.