Saat kita mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka kita diwajibkan untuk menggantikan berpuasa sesuai jumlah hari saat kita meninggalkan puasa kita di bulan Ramadhan. Istilah yang sering dipakai adalah qadha, atau mengqadha.
Tentunya pedoman yang dipakai dalam melakukan qadha puasa Ramadhan ini. Hingga jika sampai ada seseorang tidak juga mengganti puasanya sampai tahun depan. Maka ia diwajibkan untuk tetap mengganti puasanya, ditambahi dengan membayar fidyah.
Besaran fidyah yang harus dibayarkan adalah ¾ liter beras atau bahan pokok lainnya yang sejenis. Fidyah tersebut dibayarkan kepada orang yang sangat membutuhkan atau bisa disebut sebagai orang yang benar benar fakir miskin, hingga ia kesusahan dalam hal makan.
Akan tetapi, membayar fidyah diatas dianggap sebagai pendapatan dari Abu Hurairah saja. Sebab, tidak ada hadist lain dari Rasulullah yang meriwayatkan dan mengatur membayar fidyah, saat masih mempunyai hutang puasa hingga sudah datang lagi bulan Ramadhan. Maka dari itu, sebagian berpendapat, bahwa melakukan membayar fidyah cuma dianggap shodaqoh. Dan ada pula, yang beranggapan dan membenarkan pendapat Abu Hurairah tersebut.
Daripada itu, kita dianjurkan agar jangan sampai terjadi masih berhutang puasa hingga datang lagi bulan Ramadhan tahun berikutnya, maka segeralah membayar hutang puasa, bahkan sehari setelah hari raya. Agar terhindar dari kelupaan atau sampai tidak terbayarnya hutang puasa.
Akan tetapi, ada pendapat yang menerangkan bahwa, mengqadha puasa Ramadhan, adalah sepanjang tahun kecuali hari yang diharamkan berpuasa, seperti Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan hari tasyrik yaitu 11, 12 dan 13 Dzulhijah, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, "Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah untuk mengelilingi kota Mina dan menyerukan, agar jangan berpuasa hari ini(tasyrik) karena ia merupakan hari, makan, minum serta berzikir kepada Allah SWT".
Perbedaan Pendapat.
Perbedaan pendapat itu datang karena perbedaan para ulama memahami Firman Allah SWT pada ayat Al Baqarah 185, yang kurang lebih alih bahasa nya, "Barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka ia boleh puasa di lain hari(sesudah Ramadhan), sebanyak hari yang ditinggalkan itu".
Perbedaan pemahaman tersebut antara lain adalah;
- Pendapat pertama memahami ayat Al Baqarah 185, merupakan ditujukan kepada orang yang sedang berhalangan, seperti sakit, musafir, yang jika halangannya sudah hilang(yang sakit sudah sembuh) maka ia diwajibkan menyegerakan mengqhadha, sebab penyebab ia diberi kelonggaran, saat Ramadhan sudah hilang.
- Sedangkan pendapat yang kedua adalah, dalam ayat Al Baqarah 185 tersebut, tidak menyebutkan hari khusus untuk menyegerakan dalam mengqadha, hutang puasa Ramadhan. Jadi bisa dikerjakan sepanjang tahun dari awal Syawal hingga menjelang Ramadhan tiba.
Sedangkan pendapat kedua diperkuat lagi oleh riwayat Tarmizi dan Ibnu Khuzaimah, dari 'Aisyah beliau menyatakan, "Tidak pernah saya mengqadha puasa Ramadhan selain bulan Sya'ban, hingga Rasulullah Saw meninggal"
Demikian lah, bahasan tentang qadha puasa Ramadhan, semoga bermanfaat dan menambah khazanah pemahaman kita bersama. Terlebih, bisa memetik sedikit atau secuil saja dari bahasan ini.