Kahar Dalam Kelakarnya -->

Advertisement

Kahar Dalam Kelakarnya

Mbok Darmi
Senin, 18 April 2022


"Orde Baru kita peroleh kebebasan, kesejahteraan kita punya. Hari ini yang ingin kita tanyakan adalah apakah kita punya kesejahteraan, apakah kita peroleh kebebasan?" ucap Kahar seorang yang dianut sebagai Ketua Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia. Inikah wajah BEM SI? Berkelakar tanpa mengenal apa itu keseriusan. Dan gossip pun menggulung.

Reformasi '98 itu adalah hal yang diidentikkan dengan gerakan Mahasiswa untuk menumbangkan sebuah rezim Monster bernama Orde Baru. Sebuah rezim yang mengekang kemerdekaan bersuara dan berpendapat.

Lantas jika ada seorang yang mengaku BEM SI, berkata bahwa Orde Baru, kita mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan, perlu dikaji ulang kenapa ia bisa mengaku hal demikian, apakah dia dibayar berkata demikian atau jika tidak, apa dia baru lahir setelah reformasi jadi tidak merasakan berbuih lautan di tahun-tahun akhir 90'an.

Pernyataan Kaharuddin atau Kahar yang mengaku Ketua Koordinasi BEM SI itu, disiarkan luas oleh sebuah stasiun televisi swasta dan lantas menjadi terkenal lagi setelah dipotong dan dibagikan di sosial media. Dan diketahui Kahar menyatakan bahwa Orde baru yang perhatian kepada rakyat menurut nya itu, terjadi saat ia membuat perbandingan antara tiga Rezim, dari orde lama, orde baru dan orde yang diperbarui atau yang sering disebut rezim-rezim setelah reformasi '98.

Keperbandingan itu ingin menguatkan tuntutan kepada rezim kali ini, yang bertengger empuk di kursi paling menafsukan untuk diperebutkan dalam pemilu. Yang belakangan menuai kontroversi sebab pernyataan kuli kuli belianya mengatakan perpanjangan masa kontrak menjadi 3x penguasaan rezim, yang itu sangat menyayat jiwa reformasi '98.

Pernyataan Kahar itu juga ingin menebalkan pertanyaan bahwa masyarakat Indonesia sekarang masih tidak mendapatkan kesejahteraan dan kebebasan, lantas ia seolah mengelulukan rezim Orba!

Kemudian saat setelah menjadi perbincangan hangat yang mengarah ke panas sampai kebakar, maka di akun Twitter pribadinya, Kahar mengatakan bahwa maksud dari pernyataan tempo hari, maksud nya adalah bahwa rakyat mendapatkan kesejahteraan namun tidak kebebasan di era Orba.

DiKlasifikasi pun mungkin makin bikin tambah ambigu. Kesejahteraan itu adalah hal yang sangat personal, sebab ada yang bilang enak saat jaman pak Harto, itu merupakan ungkapan bagi orang yang saat sebelum '98, bukan menjadi apa-apa, dalam artian tidak membuat kegaduhan yang memicu tindakan dari rezim tersebut. Namun, buat mereka yang gatal pada keinginan untuk mendapatkan hak lebih, rezim Orba itu sangat tidak memiliki keterpihakan terhadap kesejahteraan rakyat.

Suka tidak suka, memang tingkat ekonomi lebih stabil dibandingkan dengan era setelah reformasi. Tapi apakah daya beli masyarakat saat itu melebihi zaman sekarang? Taruhlah tahun 80'an di kota-kota kecil dan jauh dari ibukota, kesejahteraan masyarakat Indonesia apa sudah seperti sekarang ini? Daya beli masyarakat, di tahun-tahun itu, tetap dibawah rata-rata. Lalu kesejahteraan yang mana yang Kahar sebut itu?

"Koreksi dari Ketua BEM SI: Orde Baru kita dapat kesejahteraan, tapi tanpa kebebasan dan keadilan. Panjang Nafas Perjuangan," itu cuitan Kahar di akun Twitter. Memang hal yang dibutuhkan di jaman sekarang ini hanya satu hal, yaitu kewarasan terhadap apapun yang kita hadapi.

Kewarasan dan kepedulian sosial memang merupakan hal yang harus ada dan mengakar buat mereka yang mau menjadi pusat perhatian publik. Jika tidak, maka diam itu lebih baik.

Koreksi jika aku salah, sekarang kebenaran yang diakui terletak di suara orang yang memiliki pengaruh di masyarakat. Banyak contoh yang menggurita di kalangan masyarakat, semisal kasus seorang yang dipercaya sebagai Habib. Lantang bersuara dan menggiring agama ke opini politik. Ayat ayat suci di usung untuk membuat golongan lain tersalahkan dan terkalahkan.

Hal seperti ucapan Kahar dan sebagainya, cukup membuat kita faham bahwa uang dan suara itu berasal dari irisan yang sama bernama nafsu kehormatan dan 'wah' semata. Tidak berdasarkan hati nurani yang bersih dan sehat.