"Kakang mas Rahwana, suamiku yang penuh kasih, ingatkah engkau pada sebuah kota, dimana kita pernah meneduh dari panasnya matahari dan dingin menusuk di kala hujan?" Katamu memecah keheningan suatu pagi di depan altar suci bernama bulan Ramadhan.
"Terlalu banyak tempat yang sudah kita tinggali, Shinta. Yang dimanakah itu?" Tanyaku sambil tersenyum melihat wajah cantik mu, Shinta.
"Sebuah kota yang tak pernah sepi dari hasil tanah dan bumi, antara Madiun Ngawi, kakang Rahwana" jawabmu sambil melempar senyuman penyejuk hati. "Nah, kota yang membuat aku terkesima juga pada lagu yang terkesan ringan dan penuh irama tawa, engkau tau lagu berjudul Terminal Madiun Ngawi, Shinta?" Engkau hanya mengangguk kan tanda setuju.
"Bisakah engkau mencoba membedah lagu itu, Kakang mas Rahwana? Aku ingin sekali mendengarkan nya, menambah rasa kangen ku pada kota itu, sebenarnya" jejeran gigi putih mu mempesona, dan aku sanggupi permintaan mu itu, Shinta.
Lagu Terminal Madiun Ngawi adalah ciptaan dari Sony Joss, namun belakangan di nyanyikan ulang oleh beberapa orang, salah satunya Denny Caknan yang berduet dengan Happy Asmara. Dan kira-kira aku akan mencoba membedah persatu baitnya penjelasan dari lagu itu, Shinta.
Di bait pertama menerangkan bahwa si penulis lirik mereka ulang ingatan nya, saat berada di Terminal Madiun Ngawi.
Terminal Madiun Ngawi kenangankuOra bakalan aku ngelalekkeMbiyen aku nduwe pacar anake Pak TukiranBakul pecel ono ning pinggir prapatan
Kenangan yang ditulis di lirik lagu Terminal Madiun Ngawi, adalah sang pengarang lirik pernah punya pacar anak dari Pak Tukiran, Tukang penjual pecel yang terletak di pinggir perempatan.
Kenangan itu rupanya, sangat mendalam hingga si pengarang tidak bisa melupakan kenangan itu, Shinta. Seperti engkau pagi ini, yang keringat tentang kota itu, benarkan?
Lantas di bagian bait yang ketiga, si pengarang menceritakan tentang kisahnya saat ada di Terminal tersebut, yakni ia merasa dicampakkan oleh kekasih hatinya, yang di jelaskan di bait pertama, yakni putri dari seorang Penjual pecel.
Terminal Madiun Ngawi nggen dolankuOra bakalan aku ngelalekkeMbiyen jaman semono kowe janji karo akuNanging nyatane kowe ngingkari janjimu
Di bait ini, melukiskan si pengarang yang sedang berada di terminal Madiun Ngawi. Dan saat di sana, kenangan kembali ke masa saat ia sedang masih berpacaran dengan anak tukang pecel.
Dia si penulis, pernah mengukir sebuah janji cinta dengan kekasihnya. Dan betapa sakitnya hati, saat janji yang mereka buat diingkari oleh kekasihnya sendiri. Dan memang saat janji yang telah ditentukan, harap dari pengharapan hati semakin besar. Ditambah lagi jika yang membuat janji adalah seseorang yang kita harapkan bisa menjadi satu dengan kita.
Dan betapa sakitnya dan kecewanya saat semua itu cuma sebatas omong kosong belaka. Dan tidak menjadikan terwujudnya janji yang telah dibuat.
Lantang ke bait berikutnya, di bait ini menjelaskan saat mengenang janji yang diceritakan di bait sebelumnya,
Yen aku kangen, kangen karo sliramuTak sawang-sawang fotomu ning dompetkuYen aku kangen, kangen karo sliramuTak elus-elus fotomu ning dompetku
Di bait ini, Shinta. Diterangkan jika saat rundu mendera hati si penulis pada kekasihnya yang ingkar janji, hanya bisa melihat dan menikmati foto perempuan yang ia kasihi, yang ia taruh dalam dompet. Mungkin sekarang orang sudah tidak melakukan hal tersebut, untuk hal yang manis. Namun, saat lagu ini ditulis, foto adalah sepotong kertas spesifik yang bisa untuk mencetak gambar, jadi bukan seperti sekarang, foto hanya rangakaian kode-kode yang bisa diterjemahkan oleh perangkat gadget. Semisal handphone, dan lain sebagainya.
Itu buat seseorang yang pernah merasakan jaman dunia analog, sangat tidak teristimewa. Sebab lebih mudah didapat dan mudah dihapus, beda dengan foto fisik.
Balik ke lirik lagu Terminal Madiun Ngawi, karena foto masih berupa lembaran kertas yang bisa disimpan di dalam dompet, yang adalah barang yang tak bisa lepas dari pemilik nya, sedemikian rupa sehingga foto yang disimpan di dalam dompet juga akan kebawa kemanapun. Dan seperti itulah yang digambarkan si penulis lagu, jika ia rindu, maka ia bisa memandang wajah kekasihnya dan memebelai penuh sayang.
Penggambaran yang sangat kental bukan, Shinta? Dimana nilai cinta melebihi dari harga diri. Dan itu dijelaskan pula di bait selanjutnya,
Opo kowe ra keroso tak batin saben dino?Ra bakal ilang fotomu ning dompetkuOpo kowe ra keroso tak batin saben dino?Ra bakal ilang jenengmu ning atiku
Di bait terakhir ini, Shinta. Menjelaskan bahwa si pengarang lagu, yang dirundung kecewa yang sangat pedih. Kecewa pada kekasihnya yang adalah seorang putri dari Pak Tukiran seorang penjual Pecel, kekasih yang mengukir janji untuk selalu setia di Terminal Madiun Ngawi, dan Kekasihnya yang fotonya masih si pengarang lirik simpan di dompet nya.
Dari perasaan kecewa itu, si pengarang lirik mempertanyakan apakah kekasihnya sudah benar-benar tidak merasakan jika setiap hari dipanggil panggil dalam hati. Bahkan jika foto kekasihnya tetap ada di dalam dompet si penulis, dan ia pun berjanji bahwa meskipun ia kecewa pada kekasih nya, ia tetap mengukir indah nama kekasih nya di dalam hati kecilnya.
Kira-kira seperti itu, penjelasan tentang lirik lagu Terminal Madiun Ngawi. Sebenarnya sebuah karya tulis bahkan karya apapun itu. Hanya si pengarang sendiri yang tau kemana arah dari karya yang ia buat. Namun, kita sebagai penikmat musik atau barang seni lainnya, berhak menginterpretasikan dengan apa yang telah mereka buat. Jika salah dan tidak seperti yang dimaui oleh si pengarang itu sudah tidak ada dosa lagi. Sebab seseorang yang telah mempublikasikan sebuah karya, harus rela jika karyanya di miliki untuk para penikmat.
Memiliki hasil karya ini, bukan lalu bebas membajak atau mencari keuntungan dengan ketentuan yang ada di perundang-undangan hak cipta atau copyright. Namun memiliki disini bermaksud, setelah sebuah karya datang ke penikmatnya, maka kebebasan penikmat mengartikan sesuai dengan keinginan si penikmat.
"Dan seperti itulah Shinta, lantas apa yang membuat mu rindu dengan kota antara Madiun Ngawi, itu Shinta?" Tanyaku mengakhiri penjelasan ku tentang lagu Terminal Madiun Ngawi.
Kemudian engkau malu-malu berkata, "Aku hanya inginkan engkau mengajak aku piknik, kakang mas Rahwana. Sangat bosan berada di rumah terus menerus". "Ohh engkau hanya ingin jalan-jalan, kalau begitu mari kekasih ku Shinta, kita bertamasya membelah kabut di Batu, atau menikmati putih pasir pantai di Kuta, atau ke perapat menikamati danau purba Toba?. Engkau hanya tersenyum seolah-olah membayangkan bahwa keindahan alam Nusantara memang tak akan ada habisnya dan tak akan membosankan untuk kita dinikmati.