Shinta kekasihku, hidup adalah anugerah yang selalu kita syukuri, dalam gelap maupun terang. Rasa syukur atas nikmat, nikmat sehat maupun nikmat sakit, nikmat bahagia maupun nikmat sedih, nikmat berkecukupan maupun nikmat kesempitan, sebab semua yang Tuhan kirim kepada kita, sungguh adalah nikmat. Dan jika tidak pandai bersyukur atas segala sesuatu, maka kufurlah hati kita. Bahkan hanya dibuat-buat atau direkayasa, sebab syukur bukan dari lidah, tetapi dari dalam hati.
Hingga, tidak ada rasa kelelahan dalam kita menjalani peran sebagai makhluk Nya. Rasa kesal, benci, iri, dendam, maupun marah adalah hal yang normal dan terlalu biasa buat kita manusia, akan tetapi jika perasaan batil itu kita pupuk dan pelihara sampai kita bertemu dengan ajal, maka hal tersebutlah yang menjadi celaka buat kita di akhirat nanti.
Sementara aku bicara, sementara engkau mendengar meskipun ada yang ingin engkau ungkapkan. Jika demikian, aku hanya bisa terpesona dengan ayu wajahmu kekasih ku.
"Kakang mas Rahwana, aku mengenal dan mengerti hidup saat dengan mu, dan falsafah mu tentang hidup mengingatkan ku pada lirik lagu Kartonyono Medot Janji, yang dibawakan ringan oleh Denny Caknan. Memang seperti tidak ada hubungannya, tetapi jika kita mau mencoba mengerti tentang bagaimana si penulis tidak sadar menyampaikan pesan kehidupan lewat lirik lagunya, maka kita mampu menyandingkan, falsafah mu dengan lirik lagu ini, bolehkah aku mencoba menelaah lebih dalam makna di balik lagu ini dengan perimbangan rasa syukur dari falsafah mu, kang mas?"
Aku yang senang, aku anggukkan kepala tanda setuju. Dan dengan lembut engkau memulai merangkai kalimat.
Katamu, pada bait pertama dari lagu Kartonyono Medit Janji, perkataan yang menunjukkan rasa kesal atau kecewa pada sebuah sikap,
Kok kebangeten menSambat blas ra ono perhatianJelas kubutuh atimu, kubutuh awakmuKok kebangeten men
Kalimat pertama dalam bait pertama ini, menggambarkan bahwa seorang kekasih merasa tak diperhatikan oleh pasangan nya. Yang padahal pasangannya merasa sangat butuh jiwa raga dari kekasihnya tersebut, dan pasangannya menyesalkan sikap dari kekasihnya itu.
Di bait ini, memberikan kesaksian bahwasanya, rasa kurang bersyukur dari kekasih pada perhatian yang coba diberikan oleh pasangan. Perasaan kurang, kurang dan kurang bukankah itu mensifati manusia, kakang Rahwana?
Sikap yang bisa membuat hati menjadi keras dan egois itu sering menyesatkan kita sebagai manusia. Yang bahkan mensifati syukur bukan kepada apa yang harus diucapkan dalam bibir tipis, tetapi meresap dalam alam bawah sadar, sehingga akan menumbuh di setiap sudut kehidupan.
Dan itu sama seperti yang engkau katakan tadi, kakang Rahwana, bahwasanya sikap batil itu bisa membawa kepada hal yang buruk, terlebih jika dibawa sampai ajal menjemput.
Lantas di bait berikutnya, si penulis ingin menyampaikan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh kekasihnya, akan dia buat pelajaran menyongsong masa depan.
Loro ati ikiTak mbarno karo tak nggo latihanSok nek wis oleh gantimu, wis ra kajok akuMergo wis tau, wis tau jeru
Kalimat, "sakit hati ini akan aku biarkan.." itu mungkin sesuatu kekesalan yang dibaluri agar tersamarkan maksud nya. Sebab sakit hati karena ketidak mampuan mengatasi perih yang terasa, jika memang dibiarkan membusuk, malah akan menjadi bumerang bagi kehidupan nantinya, dengan artian, lara hati yang tak mampu terobati, akan mengajarkan hati untuk tidak lagi percaya pada hati hati yang lain. Dan itu sangat bahaya, bukan kakang Rahwana?
Meskipun, hal demikian mempunyai maksud yang diterangkan di kalimat berikut nya, bahwa sakit hati itu bisa ia jadikan pengalaman, agar nantinya saat menemukan hati yang lain dengan siksaan yang sama tidak shock!
Tapi apakah akan jadi seperti itu? Apa malah tidak menjadikan hati selalu curiga, kalau-kalau hati yang menjadi penggantinya akan berbuat sama? Yang aslinya tidak demikian, namun disangakakan terus akibat dari pengalaman hati yang disakiti?
Dan dibait inipun, juga sesui dengan falsafah hidup yang engkau berikan kakang Rahwana. Saat rasa syukur yang diada-adakan atau dipaksakan, maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu mengkufuri nikmat apa yang Tuhan kasih. Dan dibait ini, justru si pembuat lirik yang terkesan memaksa untuk belajar menerima perasaan yang dibuat melara.
Lantas di bait berikutnya, seperti halnya bait sebelumnya. Namun menurut ku, ini lebih berani dan bersikap terbuka dalam menyampaikan maksudnya,
Mbiyen aku jek betah, suwe-suwe wegahNuruti kekarepanmu sansoyo bubrahMbiyen wis tak wanti-wanti, ojo ngasi laliTapi kenyataannya pergi
Pada kalimat yang sangat membuat hatiku tersentil adalah, "dulu sudah aku beri peringatan, agar jangan sampai lupa", mungkin lewat lirik ini, ingin rasanya si penulis berteriak minta dihormati, dihargai dan dituruti. Bukan berarti cinta tanpa tanda seru, boleh cinta penuh mengatur, jika keduanya tidak sama-sama pengecut untuk mengkhianati keputusan yang diambil bersama. Tapi sebaliknya jika salah satunya merasa dikekang, maka jangan harap hubungan bercinta akan menjadi berbuah manis, bahkan busuk atau dicuri orang sebelum dipanen.
Jika dirunut dari atas hingga ke bait ini, maka akan didapati hal yang sama, yaitu penyesalan. Penyesalan memang datang terlambat, dan penyesalan bisa juga melemahkan hati jika itu memang niat bercinta hanya untuk menguasahi dan dikuasai. Menjadi lazim saat cinta datang menjadi angin segar, tapi saat cinta pergi maka gelombang tsunami dan badai api kemarahan berkobar-kobar.
Selanjutnya di bait berikut nya, menceritakan proses perpisahan antara si penulis dengan kekasihnya,
Kartonyono ning Ngawi medot janjimuAmbruk cagakku nuruti angan-anganmuSak kabehane wis tak turutiTapi malah mblenjani
Kartonyono adalah nama perempatan di kota Ngawi Jawa Timur, dengan khasnya adalah patung gading gajahnya. Dan diceritakan di lirik lagu Kartonyono Medot Janji, di perempatan itulah sepasang dua insan yang parnah bercinta saling melepas tetalian cinta mereka, bisa dibanyangkan, Kakang Rahwana? Saat kepergian ditandai dengan suatu hal, semisal temoat, waktu, atau keadaan, apa yang terjadi? Dan yah, memang yang terjadi adalah kita akan selalu ingat, dan ingat sampai tak jarang bisa move on dari kenangan yang terjadi saat kejadian itu ditandai dengan suatu hal.
Tetapi dibaris berikutnya, meskipun harus merelakan kepergian, tapi masih ada pengungkitan dari si pembuat lirik, dengan apa yang sudah dilakukan dan apa yang ia terima. Dan saat itu rasa bersyukur tak juga dihadirkan, jika mau dipahami lebih dalam, seuntungnya, jika sebuah hubungan yang memang sudah tidak ada kesepakatan lagi, jalan yang diambil memang kepergian, dan itulah harusnya kita lakukan saat berpisah dengan hal yang memang tidak lagi berguna. Misalnya saja, saat handphone sudah tidak bisa diperbaiki lagi, buat apa dipaksakan dicharge, bisa meledak dan membahayakan kita, bukan?
Lantas di bait berikutnya adalah, seperti bait sebelumnya, yang mengantarkan kekasihnya untuk pergi dan jangan menoleh kebelakang.
Budalo, malah tak duduhi dalaneMetu kono, belok kiri, lurus waeRa sah nyawang sepionmu sing marai atiTambah mbebani
"Pergilah, aku kasih tahu jalannya untuk pergi, keluar, belok kiri dan lurus, tidak perlu memandang spionmu, yang malah menjadikan berat hati untuk pergi".