Shinta.
Menyoal tubuh, engkaulah primadona. Setiap pasang mata, tak pernah lepas dari gelagat elok tubuhmu. Sinarannya merona dan nanar menelanjangi tubuh sintal itu. Gerak-gerik mu selalu menjadi perhatian publik. Sedang ucapanmu yang selalu mengundang insan bercerita dengan mu.
Engkau lah gambaran perempuan yang asalnya bukan dari kefanaan.
Rahwana.
Sedang aku adalah manusia yang sangat mengagumi paras mu, Shinta. Ku buang rasa malu jika bersama mu. Ku hancurkan gelang sekat manusia ku jika ingin menyentuh keindahan yang diberikan Tuhan pada tubuhmu.
Dan aku adalah wujud dari kenaifan yang sebenarnya ingin kau sungkirkan, Shinta.
Kebertemuan Dua Keping Hati.
Aku ingat, di sebuah grup di Facebook. Aku mencandaimu. Seperti semut-semut yang lain mengkrumuni manis nya anggun mu. Aku ingat, kala itu engkau juga masih menganggapku seperti yang lain. Seperti yang hanya menggodaimu untuk menodai hati rapuh mu, Shinta.
Dari grup Facebook itu, engkau penasaran dengan keping duniawi ku, dari sebuah foto anak ayam yang digantung, dengan caption 'mati adalah hal yang akan di jalani setiap individu, sedang kita menjalani proses ke arah sana', aku ingat antusias mu membuat guratan senyum ku pada mu.
Dari situ, keberlanjutan obrolan kita ke inbox Facebook! Dan aku yang masih mengagumi mu, bergelojotan dibuatnya. Betapa tak bisa dituliskan dengan kalimat, atau digambarkan dengan garis, hanya garis takdir mengantarkan kita makin bertemu di pesan WhatsApp.
Lembar Lebaran Tahun.
Dari pesan WhatsApp inilah, bersemi bulir-bulir cinta yang meronta di dalam hati. Entah siapa yang mendahului, namun jiwa-jiwa kegersangan kita yang disatukan oleh tulisan membuat kita makin dekat dan sangat dekat.
Hari ini hari raya lebaran, aku masih ingat engkau memberiku sebuah foto yang menggambarkan dirimu sedang melakukan perjalanan. Dan dari selembar foto tersebut, aku makin ingin memilihmu menjadi bagian dari setiap nafas doa-doa ku. Itu yang kuucapkan pada dirimu.
Gayung Bersambut.
Shinta, entah apa yang mendorong mu ingin mendekatkan hatimu pada hatiku. Padahal engkau ku yakin masih berbisa. Masih menyimpan racun dalam dada. Namun, kenyataan nya engkau meluap-luap dan ingin bersamaku.
Awalnya, aku meminta selenggang waktu, aku ingin tau seberapa besar mau mu padaku, Shinta. Aku tak mau engkau hanya menggandengku berpusara di bukit dunia tipu-tipu.
Dan akhirnya, aku pun menyambut cintamu, membuat hati kita menyatu dalam perdu dunia yang hanya kita miliki.
Waktu Pertemuan pun,
Shinta, awalnya aku juga meragu, tak yakin bahwa akan sebesar dunia kisah kita ini. Awalnya aku pun tak yakin bahwa sebentuk rasa cinta itu akan ada setelah cukup cinta itu sakit. Dan Shinta, aku juga tak menyangka bahwa ketulusan itu juga ada dan bahkan nyata menghinggapi dan menggerogoti jalan kisah hidup ku.
Aku datangi kota dimana engkau bernaung. Aku buktikan bahwa aku tak salah memilih mu sebagai kekasih dari Maha kasih. Dan menyata atas kenyataan.
Namun, tetap butuh waktu bersandar. Menyadarkan niat suci kita, hingga ITC menyambut langkah kaki kita. Untuk sebuah pertemuan!
Dan hilang juga kerinduan di samping taman. Sebab, dari pertemuan itu jiwa ku menyentuh jiwamu, cintaku bersemi di kulit mu. Dan engkau pun nyata!