Kisah Cinta Rahwana dan Shinta di Hotel Niagara
Kau tau, shinta? Aku termangu, memahami kalimat hardikmu. Yang menyamakan merokok dengan menyayangi mu. Belakangan aku baru menyadari. Bahwa jika aku meradang paru paru, kekhawatiran mu bagai api yang menyalakan ranting kering.
Seperti halnya, saat aku terkena panah Pasupatastra milik arjuna. Yang saat itu ia lesatkan kepadaku, yang dalam pandangan nya berwujud babi hutan. Namun untung saja betara siwa datang dan menolongku, dan membawaku kepadamu, kekasihku.
Sepuluh hari sepuluh malam, tak kering air matamu di pipi pipi halusmu. Sambil memboreh reramuan dari tabib tongfang, pada luka yang menganga di perutku.
Selepas aku mulai mendapatkan kesadaranku, engkau memelukku hingga beberapa lama. Dalam bisik mu, 'kakanda Rahwana, jangan tinggalkan aku lagi, jika engkau pergi bawa aku bersama mu'
Aku masih ingat dan selalu ku ingat kejadian pilu mu itu, kekasihku. Di kamar 201 ini, engkau mengingatkan kejadian kejadian di masa lalu. Dan aku padamkan lagi rokok ku.
Malam itu satu satunya peran adalah cinta kita menyatu dalam pelukan penuh mu. Senandung mu tak gentar melirih di setiap inchi tetarian mu. Dan aku terlelap tanpa sehelai penyesalan dan merasuki tubuh dan cinta sayang mu.
Hingga malam berganti pagi, rayuan kecilmu membuat ku bangun dan melangkah ke ruang resepsonis memesankan kopi untuk pagi mu, shinta ku.
Kemudian, tak terasa siang merayap diam diam dibalik jendela. Memaksa tubuh kita untuk mandi dan mengikir perlahan sisa cerita semalam. Biru langit memayungi langkah kita berjalan beriringan. Ke warung pojok itu kita akan makan, mengenyangkan perut kita.
Di tengah makan, obrolan mu menyibak kan kisah mu padaku, tentang seseorang yang pernah menghujanimu dengan derita di masa kecil.
Aku ingat bibirmu membongkar kisah pilu itu, dimana engkau merasakan dikecam sebagai anak kecil, agar selalu menurut kemauan orang yang harus di atur sebagai ibu tiri mu.
Gambaran ibu tiri yang jahat engkau lukiskan lewat bibirmu. Dimana jika ingin dapat jatah makan harus mencari rumput untuk ternak ternak.
Terbayang betapa menakutkan saat itu, engkau tidur dibawah keranda, saat lari dari kejaran ibu tiri karena melakukan sedikit kesalahan. Bayangan yang menyiratkan bahwa ibu tiri begitu menakutkan untuk engkau kekasihku.
Dan beberapa luka yang ada dan engkau bawa sampai saat ini pun, membuatku memahami sangat bahwa selama ini pun kau masih menyimpan duka sedalam samudra. Mungkin, pelukan pelukan ku tak mampu membungkus luka itu, sebab begitu dalamnya lubang di hatimu.
Shinta, aku mencintai mu bukan karena tubuhmu, atau nama mu. Namun aku mencintai dzat Mu. Hingga hanya engkaulah jalan ku menuju bersyukur dan memuji atas Tuhan kita.
Aku tak melihat masa lalu mu, untuk mencintai atau membencimu. Aku tak perduli engkau di bagian mana yang menjadi kekurangan atau kelebihan mu. Karena aku mencintai Nur ilahiah yang terpancar dari segalamu.
Dan sore pun mengantarkan kita kembali ke peraduan malam, melukis indah cinta yang mengalir dinadi nadi dan berdenyut di jantung kita.
Simak juga:
Cerita Rahwana Dan Shinta: Kisah dan Niagara 5#
Cerita Rahwana Dan Shinta: Kisah dan Niagara 1#
Cerita Rahwana Dan Shinta: Kisah dan Niagara 3#
Cerita Rahwana Dan Shinta: Kisah dan Niagara 4#