Sebuah Puisi Cinta dan Dongeng yang Epic
Pertanyaan ku ini selalu menghantuiku pikiranku. Beban moral yang selalu memangkas egois ku, menjadikan aku hamba sahaya mu.
Kemudian, dari sudut bibirmu yang mungil tergores sebuah senyuman. Seraya merangkul ku dan berbisik, "jangan khawatir kekasih ku Rahwana, segala gundah dan khawatir mu, tak akan ku remas dan ku buang. Semua sudah menjadi takdir ku bersamamu, Kekasih ku".
Meski lirih ucapanmu, namun menggema di relung - relung hati, seperti badai yang meluluhlantakkan daratan, sedang aku rela menjadi daratan yang tandus, jika selalu engkau guncang dengan badai asmaramu, Shinta.
Sementara lilin - lilin yang menerangi ruangan kita mulai padam, tak juga padam rasa cintaku padamu. Karena tlah ku padatkan sinar ultraviolet yang terpancar dari wajahmu, Shinta. Dengan pelan mengambil secawan minyak wangi, engkau tuangkan ke dalam mangkuk kecil. Lantas kau ambil kapas untuk mengasapi nya.
Ruangan yang sempat temaram menjadi gegap gempita karena nyala dari api yang engkau buat. Di luar masih saja rintik hujan. Menambah hikmat suasana.
Kutidurkan engkau di pangkuanku. Kubelai lembut rambutmu yang panjang terurai. Seketika keheningan terpecahkan oleh cerita mu. Cerita yang membuat aku terdiam.
Engkau menceritakan, kisah sepasang Kijang Kencana yang merumput bersama, dan kemanapun selalu bersama. Ke telaga bersama-sama, ke ladang petani mentimun juga bersama. Hampir tak pernah berpisah, keduanya.
Hingga suatu ketika, si Kijang Kencana jantan terjebak oleh perangkap pemburu. Dia hanya meraung pasrah, tidak dengan Kijang Kencana betina. Dia mencoba menolongnya dengan segala cara. Namun tetap gagal juga.
Kemudian datanglah sang pemburu yang membuat jebakan itu. Betapa gembiranya si pemburu melihat hasil jebakannya, berhasil menjerat seekor Kijang Kencana yang gemuk itu. Saking gembiranya ia tak memperhatikan bahwa ada Kijang lain disekitarnya, yaitu pasangan Kijang Kencana yang berhasil kena jerat nya.
Kemudian dibawanya pulang ke rumah, " makan besar " pikir sang pemburu. Dengan tergesa-gesa dan tak juga sadar bahwa Kijang Kencana betina mengikuti dari belakang. Singkat cerita sampailah di rumah pemburu itu. Saat si pemburu meletakkan hasil buruannya, barulah ia sadar jika ada satu lagi Kijang Kencana yang mengikuti dia sedari hutan.
Dengan wajah memelas si Kijang betina berkata, " Jika kau masak suamiku, masak juga diriku ", kagetlah si pemburu mendengar seekor Kijang bisa bicara. Dengan gugup ia lalu menjawab, " Aku hanya ingin makan satu ekor, aku tidak butuh banyak daging ", ucapnya sambil gemetar ketakutan. Baru kali itu ia mengalami kejadian seperti yang ia alami.
" Jika demikian, lepaskan ia dan makanlah aku sebagai gantinya ". Semakin ketakutan si pemburu mendapati permintaan si Kijang betina. Ia tak sanggup berpikir. Yang ada hanya ketakutan. Sementara itu Kijang jantan yang sedari tadi diam, mulai ikut berkata. " Pak tua, jika memang engkau hanya butuh satu ekor, biarlah aku yang engkau potong, lepaskan istriku. Karena dia sedang mengandung anak pertamaku ".
Mendengar Kijang yang ada di kurungannya juga mampu berbicara bahasa manusia, lemaslah lutut pemburu tua itu. Kemudian, datanglah istri si pemburu. Betapa kagetnya ia mendapati suaminya tersungkur di tanah, sedang di sampingnya ada dua ekor Kijang Kencana.
" Ada apa suamiku ", sambil menggolek - golekkan tubuh suaminya. Selang berapa lama, barulah si Pemburu terbangun dari pingsannya. Sambil setengah teriak dia meminta istrinya untuk melepaskan kedua buruannya itu.
Istri pak tua itu tak langsung menuruti perintah suaminya, dia bingung dengan sikap yang tidak menjadi kebiasaan suaminya itu. Sambil memohon si Pemburu meminta sekali lagi, untuk melepaskan sepasang Kijang Kencana yang sudah berhasil didapatkan. Masih sambil tak percaya ia pun menuruti kemauan suaminya.
Yang ia tahu, suaminya tidak akan menyuruhnya melepaskan kembali hasil buruannya, meskipun itu ia sendiri yang meminta. Setelah melepaskan dua ekor Kijang Kencana itu, barulah si pemburu itu bercerita, tentang apa yang baru saja ia alami.
Sang istri pemburu tak langsung mempercayai cerita suaminya itu, namun ia pernah mendengar cerita, menang konon ada sekumpulan Kijang Kencana yang bisa bicara, akan menjadi kemalangan jika ada yang mengusik Kijang istimewa itu.
Kemudian engkau menutup ceritamu, dengan satu pertanyaan, Shinta. Pertanyaan yang engkau ajukan menjadi paradoks. " Dalam cerita ku, apakah si pemburu bersalah? ". Aku terdiam, dalam fikirku, jika si pemburu tidak memasang jerat, keinginannya memberikan daging ke istrinya tidak terwujud. Namun, jika ia memaksa memotong salah satu dari Kijang Kencana itu, akan menjadi tidak adil buat pasangan lainnya yang tidak ia potong.
Terkadang hidup harus memilih, benar katamu kemudian, " Jika yang menjadi beban adalah hidup, maka janganlah hidup, karena hidup memang seperti itu. Engkau memang penuh pertimbangan Kekasihku Rahwana, karena itu aku mencintaimu, sebab pertimbangan mu dalam menjalani hidup, membuat aku selalu ada yang dimintai pertimbangan yang bijaksana ".
Kubenamkan wajahku di antara dadamu dan ku selami detakan jantungmu berirama, aku butuh engkau dan engkau butuh aku dalam mengarungi lautan hidup penuh makna ini.